Hello Admin^
This is Not_Found

Into your system...

Now I Destroy your security and Break them Into Pieces..

Whatever you Hate Me or Like me

I'm So Sorry Your Site Has been Deface
By



zoneaman86.blogspot.com

PEMBAHASAN

1.    Kedudukan Pengadilan Agama Dalam Perundang-Undangan.
Kedudukan berarti status, peran dan pengakuan. Kedudukan peradilan agama berarti status peradilan agama dalam sistem dan organisasi ketatanegaraan, peran yang diberikan dan dapat dimainkan olehnyasebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman dan pengakuan terhadapnya sebagai lembaga kenegaraan baik secara yuridis, praktis, maupun etis dalam kehidupan ketatanegaraan. Kedudukan Pengadilan Agama dalam Perundang-undanan sebagai berikut:

a.    UU No. 7 Tahun 1989
Kedudukan hukum peradilan agama yang sederajat dengan peradilan umum.

b.    UU No. 4 Tahun 2004
Perubahan fungsi pengadilan dari sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman  menjadi pelaku kekuasaan kehakiman .

c.    UU No. 3 Tahun 2006
Perkembangan kedudukan, kelembagaan, dan kompetensinya.

d.    UU No. 48 Tahun 2009
Kedudukan pengadilan dalam semua lingkungan peradilan adalah meliputi 3 aspek, yaitu aspek status pengadilan, aspek peran yang diberikan dan dapat dimainkan dan aspek pengakuan dan penghargaan terhadap pengadilan.

e.    UU No. 50 Tahun 2009
Perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama semakin menambah mantapnya kedudukan peradilan agama dalam sistem ketatanegaraan indonesia baik dari aspek status peradilan agama dan organisasi dalam tatanegaraan, peran yang diberikan dan dapat dimainkan olehnya sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, dan pengakuan terhadapnya sebagai lembaga kenegaraan baik secara yuridis, praktis, maupun etis dalam kehidupan ketatanegaraan.

2.    Peradilan Agama Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman.
Menurut pasal 24 UUD 1945: “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang” kalau begitu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam melakukan fungsi dan kewenangan peradilan, terdiri dari badan-badan kehakiman atau badan-badan peradilan menurut undang-undang. Salah satu badan peradilan yang ditegaskan sendiri oleh pasal 24 UUD 1945 ialah Mahkamah Agung.

Guna memenuhi apa yang ditentukan dalam pasal 24 UUD 1945 diundangkan UU No. 14 Tahun 1970 sebagai undang-undang yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang lazim juga disebut UU pokok kekuasaan kehakiman. Dalam Bab II yang berjudul Badan – Badan peradilan dan Asas – Asanya, ditentukan badan-badan kekuasaan kehakiman yang akan melaksanakan fungsi dan kewenangan peradilan dalam negara RI. Pasal 10 menetapkan: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:

Peradilan umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara.

Letak Mahkamah Agung berdasarkan pasal 10 ayat (2), ditempatkan sebagai “Pengadilan Negara Tertinggi“. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tertinggi dan sekaligus merupakan Peradilan Tingkat Kasasi atau tingkat terakhir serta melaksanakan pengawasan tertinggi bagi semua lingkungan peradilan, sebagaimana hal itu dijelaskan dalam pasal 10 ayat (3) dan (4). Kemudian hal ini dipertegas lagi dalam pasal 2 jo. Pasal 28 UU No. 14 Tahun 1985.

Lingkungan Peradilan Umum menurut Bab III pasal 50 UU No. 2 Tahun 1986 bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata. Peradilan tingkat pertama dilaksanakan oleh pengadilan negeri yang berkedudukan pada kotamadya atau ibukota kabupaten. Peradilan tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi yang bertempat kedudukan di ibukota provinsi. Kewenangan lingkungan peradilan tata usaha negara seperti yang diatur dalam Bab III memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. peradilan tingkat pertama lingkungan peradilan tata usaha dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha negara yang bertempat kedudukan disetiap kotamadya atau ibukota kabupaten. Peradilan tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi tata usaha negara yang bertempat kedudukan di ibukota provinsi. Sedang lingkungan peradilan militer mempunyai kewenangan mengadili tindak pidana umum dan tindak pidana militer  yang dilakukan oleh anggota ABRI (tni da polri).

Sejajar dengan ketiga lingkungan peradilan diatas, didudukkan lingkungan peradilan agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman. Untuk memenuhi pelaksanaan ketentuan pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 dilingkungan peradilan agama diundangkanlah UU No. 7 Tahun 1989 dalam Bab I pasal 2 jo, Bab III pasal 49 ditetapka tugas kewenangan untuk memerikasa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara perdata bidang:
     Perkawinan
     Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan islam.
     Wakaf dan shadaqah.

3.    Peradilan Agama Sebagai Peradilan Khusus.
Dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 1999 dikemukakan tentang perbedaan empat lingkunagn peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Masing-masing lingkungan peradilan itu memiliki wewenang mengadili perkara dan meliputi  badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara merupakan peradilan khusus yang berwenang mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan umum merupakan peradilan yang berwenang mengadili perkara-perkara perdata dan perkara-perkara pidana bagi rakyat pada umumnya.

Keempat lingkungan peradilan itu merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman, sesuai dengan ruang lingkup wewenangnya masing-masing yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Oleh karena itu, terdapat unsur-unsur persamaan dan unsur-unsur  perbedaan di antara keempat lingkungan peradilan itu. Unsur-unsur persamaannya, di antaranya susunan dan jenjang badan peradilan, serta pembinaan teknis yudisial dan non yudisial yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan unsur-unsur perbedaan adalah wewenang mutlak (absolute competentie) masing-masing badan peradilan.

Keseragaman jenjang badan peradilan dalam keempat lingkungan peradilan itu, meliputi pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding, yang seluruhnya berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi. Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding disebut judex facti, artinya pemeriksaan perkara pada tingkat banding dilakukan secara keseluruhan sebagaimana dalam pemeriksaan tingkat pertama. Demikian halnya asas-asas peradilan yang diterapkan dalam keempat lingkungan peradilan itu pada umumnya sama, meskipun mengenal spesifikasi. Disamping itu, pembinaan teknis dan pengawasan jalannya peradilan pada semua lingungan peradilan merupakan wewenang Mahkamah Agung.

Oleh karena peradilan agama itu merupakan peradilan khusus, maka cakupan wewenangnya meliputi perkara-perkara tertentu dikalangan golongan rakyat tertentu.

Secara garis besar kekhususan peradilan agama itu tercermin dalam berbagai ketentuan dalam UU No 7 Tahun 1989, sebagai berikut:
a.    Dalam pasal 1 butir 1 dinyatakan “ peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama islam”.

b.    Dalam pasal 2 dinyatakan “ peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini”.

c.    Dalam penjelasan umum butir kedua alenia ketiga dikemukakan “pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shodaqah berdasarkan hukum islam”

d.    Dalam pasal 49 ayat (1), rumusannya sama dengan yang dirumuskan dalam penjelasan umum, yaitu “pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yng dilakukan berdasarkan hukum islam, wakaf dan shadaqah”.

e.    Dalam pasal 66 ayat (1) dinyatakan, “seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”

Berkenaan dengan kekhususan itu, maka asas-asas peradilan yang diterapkan dipengadilan dalam lingkungan peradilan agama secara umum mengacu kepada asas-asas peradilan yang berlaku pada semua lingkungan peradilan.

Namun hal-hal tertentu memiliki spesifikasi sesuai dengan ruang lingkup kekuasaan badan peradilan tersebut. Asas-asas peradilan itu merupakan suatu fundamen dalam menegakkan hukum dan keadilan, sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia.



PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Kedudukan pengadilan agama banyak mengalami perubahan, mulai tahun 1989 sampai 2009. Tahun 1989 kedudukan hukum peradilan agama yang sederajat dengan peradilan umum, tahun 2004 perubahan fungsi pengadilan dari sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman menjadi pelaku kekuasaan kehakiman, tahun 2006 perkembangan kedudukan, kelembagaan dan kompetensinya, uu no 48 tahun 2009 Kedudukan pengadilan dalam semua lingkungan peradilan adalah meliputi 3 aspek, yaitu aspek status pengadilan, aspek peran yang diberikan dan dapat dimainkan dan aspek pengakuan dan penghargaan terhadap pengadilan, UU  No 50 Tahun 2009 kedudukan peradilan agama dalam sistem ketatanegaraan indonesia baik dari aspek status peradilan agama dan organisasi dalam tatanegaraan.

Menurut pasal 24 UUD 1945 “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh mahkamah agung, sedangkan badan-badan kekuasaan peradilan lain ditentukan lebih lanjut menurut undang-undang. UU No 14 Tahun 1970 sebagai undang-undang yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang lazim. Dalam bab Iiyang berjudul badan-badan peradilan dan asas-asasnya, ditentukan badan-badan kekuasaan kehakiman yang akan melaksanakan fungsi dan kewenangan peradilan dalam Negara RI. Pasal 10 menetapkan; “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan; peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara. Bab III pasal 49 ditetapka tugas kewenangan untuk memerikasa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara perdata bidang: Perkawinan, Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan islam, Wakaf dan shadaqah.

Pasal 10 ayat (1) UU No 35 tahun 1999 tentang perbedaan empat lingkungan peradilan dan masing-masing lingkungan peradilan itu memiliki wewenang mengadili perkara dan meliputu badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Arto A Mukti s.h.,m.hum, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia; Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2012.
Drs. Hasan Bisri Cik, Peradilan Agama di Indonesia; PT. Raja Grafindo Perseda,jakarta,2003.
Harahap M. Yahya,s.h, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama UU No 7 Tahun 1989:  Sinar Grafika,jakarta,2005.

0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda