Hello Admin^
This is Not_Found

Into your system...

Now I Destroy your security and Break them Into Pieces..

Whatever you Hate Me or Like me

I'm So Sorry Your Site Has been Deface
By



zoneaman86.blogspot.com

Hukum Pembuktian | hukum pembuktian perdata | Hukum pembuktian merupakan salah satu bagian dari beberapa materi yang ada pada hukum acara. Dalam hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pembuktian
Masuk kedalam pembahasan pembuktian, sebelumnya harus diketahui bagaimana dan apa yang perlu dibuktikan atau objek dari pembuktian tersebut, didalam pembahasan kali ini, pembuktian dikhususkan pada ranah Hukum Acara Perdata yang dimana ada kaitannya dengan tugas hakim dalam mengkonstatirkan peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak.
Kebenaran yang  diperoleh dari pembuktian berhubungan langsung dengan keputusan yang adil oleh hakim. Ada hal atau peristiwa yang dikecualikan atau tidak perlu diketahui oleh hakim, diantaranya :
a.    Peristiwanya memang dianggap tidak perlu diketahui oleh atau tidak mungkin diketahui oleh hakim.
b.    Hakim secara ex officio dianggap mengenal peristiwanya, sehingga tidak perlu dibuktikan lebih lanjut.
c.    Pengetahuan tentang pengalaman .
Lebih dalam mengenai Hukum Pembuktian Positif, dalam acara perdata diatur dalam HIR dan Rbg, serta dalam BW buku IV. Yang terantum dalam HIR dan Rbg adalah hokum pembuktian yang materiil maupun formil . Pasal 178 ayat 3 HIR (Ps. 189 ayat 3 Rbg.50 ayat 3 Rv) melarang hakim untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut, atau akan meluluskan lebih dari yang dituntut.
Dalam hal ini ada beberapa teori tentang beban pembuktian yang dapat merupakan pedoman bagi hakim.
1.    Teori Pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot affirmatief)
Teori ini mengemukakan sesuatu harus membuktikannya dan bukan yang mengingkari atau menyangkalnya. Dasar hokum teori ini adalah pendapat bahwa hal hal yang negative tidak mungkin dibuktikan (negativa opn sunt probanda).
2.    Teori Hukum Subjektif
Teori ini menggambarkan suatu proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hokum subjektif atau bertujuan memepertahankan hokum subjektif, dan siapa yang mengemukakan atau mengaku mempunyai sesuatu hak harus membuktikannya.
Teori ini berdasarkan pada pasal 1865 BW “Pasal 1865 Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”
3.    Teori Hukum Objektif
Teori ini mengajukan tuntutan hak atau gugatan berarti bahwa penggugat minta kepada hakim agar hakim menerapkan ketentuan-ketentuan hokum objektif terhadap peristiwa yang diajukan.
4.    Teori Hukum Publik
Menurut teori ini mencari kebenaran suatu peristiwa didalam peradilan merupakan kepentingan publik.
5.     Teori Hukum Acara
Asas audi et alteram atau juga asas kedudukan proseusuil yang sama daripada para pihak di muka hakim yang merupakan asas pembagian beban pembuktian menurut teori ini.
B.    Pengertian Alat Bukti.
Alat bukti ( bewijsmiddel ) memiliki macam-macam bentuk dan juga jenisnya, yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan juga memberikan keterangan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Berdasarkan keterangan dan penjelasan dari alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya .
C.    Macam-macam Alat Bukti
Menurut Sistem HIR, dalam hukum acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang artinya hakim hanya boleh memutuskan perkara melalui alat bukti yang telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang. Alat-alat bukti yang disebutkan oleh undang-undang adalah : alat bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah (ps. 164 HIR, ps. 1866 KUH Perdata).

1.    Alat bukti tertulis
Pertama adalah surat. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat sebagai akta dan bukan akta, sedangkan akta dibagi menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan. Kedua adalah akta. Akta otentik (ps. 1868 KUH Perdata), Akta dibawah tangan, dan Akta pengakuan sepihak .
2.    Alat bukti kesaksian
Alat bukti kesaksian diatur dalam pasal 139-152, 168-172 HIR dan 1902-1912 BW. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan.
3.    Alat bukti persangkaan
“Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”, pasal 1915 KUH Perdata.
4.    Alat bukti pengakuan
Pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam HIR pasal 174-176 dan KUH Perdata pasal 1923-1928.Pengakuan merupakan pernyataan yang tegas, karena pengakuan secara diam-diam tidaklah member kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa, pada hal alat bukti dimaksudkan untuk memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa
5.    Alat bukti sumpah
Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong.
6.    Pemeriksaan setempat
Salah satu hal yang erat kaitannya dengan hukum pembuktian adalah pemeriksaan setempat, namun secara formil ia tidak termasuk alat bukti dalam Pasal 1866 KUH Perdata. Sumber formil dari pemeriksaan setempat ini adalah ada pada pasal 153 HIR
7.    Saksi ahli/Pendapat ahli
Secara umum pengertian ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan khusus dibidang tertentu. Raymond Emson menyebut, “specialized are as of  knowledge” .

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pembuktian pada umumnya diatur dalam Buku Empat tentang Pembuktian dan Daluarsa pasal 1865 “Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau
Yang mencari kebenaran dan menetapkan peristiwa adalah hakim lalu yang wajib membuktikan atau mengajukan alat alat bukti adalah yang berkepentingan didalam perkara atau sengketa,
Alat bukti ( bewijsmiddel ) memiliki macam-macam bentuk dan juga jenisnya, yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan juga memberikan keterangan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Berdasarkan keterangan dan penjelasan dari alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya.

B.    Kata Penutup
Demikianlah makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih dari pembaca yang sudi menelaah dan mengimplementasikan isi makalah ini. Saran kritik konstruksi tetap kami harapkan sebagai bahan perbaikan sekian.

DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta : Liberty. Edisi VII)
Reglement Biusten Govesten (RBg)
Yahya, M. Harahap, 2011. Hukum Acara Perdata. (Jakarta : Sinar Grafika)

0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda